Follow Now ....!

Senin, 03 Juni 2013

TAWAKAL

 TAWAKAL


Pada suatu hari ada seseorang berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, ''Aku hendak pergi ke Makkah atas dasar tawakal, tanpa membawa bekal.'' Sang imam berkata, ''Kalau begitu pergilah sendirian tanpa ikut rombongan.'' Orang itu menjawab, ''Tidak bisa, aku harus ikut mereka.'' ''Apakah dengan mengandalkan bekal orang lain itu engkau juga menyebut tawakal?'' tanya Imam Ahmad lebih lanjut.

Untuk menjadi manusia yang kuat, kita diperintahkan untuk tawakal, berserah diri kepada Allah, sebagaimana disabdakan Nabi saw dalam sebuah hadis beliau yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ''Orang yang menghendaki jadi manusia terkuat, berserahlah kepada Allah dan yang menghendaki jadi manusia paling mulia, bertakwalah kepada-Nya.''

Namun, tawakal tidaklah berarti penyerahan begitu saja suatu urusan kepada Allah, tanpa ada usaha sedikit pun yang menjadi sebab datangnya hasil yang diharapkan. Sebaliknya, orang yang disebut mengejawantahkan tawakal ialah yang melaksanakan sebab yang diperintahkan. Siapa yang mengabaikannya, maka tawakalnya tidak benar, sebagaimana melaksanakan sebab yang pasti menghasilkan kebaikan juga merupakan pengejawantahan harapannya.

Yang tidak melaksanakannya berarti harapannya itu sekadar angan-angan. Seperti seorang pemuda yang sudah siap untuk menikah dan mengharapkan seorang gadis yang saleha, tetapi ia sendiri tidak melakukan usaha--yang sesuai syariat tentunyamaka janganlah kecewa kalau yang diharapkannya itu tidak kunjung datang.

Begitupun dengan kondisi yang tengah terjadi di sekitar kita saat ini. Laku maksiat semakin jelas terlihat di mana-mana. Pornografi sudah menjadi tontonan yang lumrah, mulai dari anak-anak, sampai orang tua. Makanan dan minuman haram menjadi santapan yang lazim dalam beberapa perhelatan kita. Di sisi lain, musibah datang silih berganti. Kita diperintahkan tawakal menghadapinya.

Namun, kita tidak boleh mengabaikan sebab-sebab yang telah mendatangkan musibah tersebut dengan melakukan muhasabah 'koreksi', sebagaimana kita juga tidak boleh meninggalkan usaha-usaha yang bisa menjadi sebab bagi datangnya perubahan dari kondisi yang rusak tersebut, menuju perbaikan. Ber-amar maruf nahi munkar adalah salah satu sebab yang diperintahkan, yang bisa mendatangkan kebaikan.

Kesungguhan dalam berusaha merupakan tuntutan bagi kita. Hasilnya, kita serahkan kepada Allah karena Allahlah yang pada hakikatnya menguasai hati manusia dan paling kuasa untuk membolak-balikkannya.

Jadi rahasia tawakal dan hakikatnya adalah penyandaran hati kepada Allah semata. Ia tidak terganggu karena adanya perhatian terhadap sebab tanpa harus mengandalkan secara mutlak terhadap sebab itu. Wallahu a'lam.

Sumber dari Republika Online
Wassalam, Riyanti, Cirebon, Indonesia, 2013
http://riyantisetya.blogspot.com
http://aminazra.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More